Rabu, 17 April 2019

Wisata Pendidikan Kota Tua Jakarta

Kota Tua Jakarta


Kota Tua di Jakarta dahulu menyandang predikat Ratu dari Timur. Walau tak seperti dulu, pesona keindahannya masih bisa dilihat sampai sekarang. Dialah Ratu dari Timur. Kawasan situs sejarah di Ibu Kota yang pesonanya sudah mendunia. Di tempat inilah, puluhan gedung bergaya neoklasik masih berdiri kokoh. Gedung yang didominasi warna putih dengan ukiran khas Belanda membuat pengunjung seakan berada di tempo dulu. Suasana itulah yang menjadi Kota Tua Jakarta makin dilirik wisatawan domestik maupun internasional. Kota Tua Jakarta tidak sebatas tempat wisata yang hits dan instagramable. Lebih dari itu, Kota Tua adalah kawasan yang kaya akan nilai sejarah.
Di sinilah warisan hidup dan akulturasi budaya Eropa, Tionghoa, India, Arab dan pribumi menyatu. Tak hanya itu, Kota Tua juga kerap dijadikan contoh perencanaan kota dan arsitektur terbaik. Karenanya, bangunan di Kawasan Kota Tua selalu terlihat cantik dan mempesona meski sudah lanjut usia. Tak heran kalau Kota Tua dijuluki sebagai Permata Asia. Akses menuju Kota Tua Jakarta sangatlah mudah. Pengunjung bisa menggunakan kereta api listrik atau TransJakarta menuju stasiun dan halte Jakarta Kota. Setelah itu, pengunjung bisa berjalan kaki menelusuri setiap bangunan yang ada di kawasan tersebut. Kawasan Kota Tua Jakarta memiliki berbagai museum, mulai dari Museum Fatahillah, Museum Bank Indonesia, Mandiri, Wayang dan Keramik. Atau, pengunjung bisa menikmati suasana sore Kota Tua dari pinggir Kali Besar. Saat ini, Kali Besar sudah direvitalisasi layaknya kali-kali di luar negeri.

Wisata Alam Air Terjun Saluopa Sulawesi Tengah

Menikmati Kesegaran Air Terjun Saluopa di Kabupaten Poso



Poso merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Tengah. Beberapa daerah yang masuk regionalnya berada di pesisir pantai yang cukup panas. Namun jika anda ingin merasakan pengalaman yang berbeda di Kabupaten Poso, cobalah untuk mengunjungi salah satu obyek wisata yang menjadi andalan dari Provinsi Sulawesi Tengah ini untuk sedikit merasakan kesegaran dari oase di Kabupaten Poso. Air Terjun Saluopa, begitulah air terjun ini disebut, terletak di sebuah desa yang berjarak 12 KM arah barat kota Tentena. Tepatnua di Desa Tonusu, Kecamatan Pamona Utara, Kabupaten Poso. Air terjun ini selain menyediakan kesegaran dari air dan udara di sekitar lokasi air terjun, namun juga menyajikan pemandangan alam yang masih asri.
Air Terjun Saluopa mempunyai keunikan tersendiri. Air terjun yang juga memiliki julukan Air Luncur ini terdiri dari dua belas tingkat, dimana di setiap tingkat terdapat kolam kecil yang menampung air dari aliran air terjun yang juga dapat digunakan oleh pengunjung untuk berenang atau sekedar berendam. Jangan khawatir ketika ingin menjelajah seluruh bagian dari air terjun ini, telah tersedia tangga batu untuk memudahkan para pengunjung menikmati setiap bagian dari air terjun ini. Mengunjungi Saluopa ibarat sebuah perjalanan pencarian harta karun, lokasi dari Air Terjun Saluopa yang berada di dalam hutan tropis mengharuskan para pengunjung untuk berjalan ke dalam hutan menuju lokasi dimana air terjun berada. Selama perjalanan menuju lokasi, pengunjung dapat menikmati suasana hutan tropis dengan pepohonan yang lebat dan juga suara-suara alam yang dihasilkan para binatang yang hidup disini.
Air terjun ini merupakan obyek wisata pilihan masyarakat sekitar Kabupaten Poso, juga menjadi destinasi favorit para wisatawan yang datang ke Poso. Jika anda mempunyai kesempatan berkunjung ke Air Terjun Saluopa, jangan lupa untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan sekitar dari obyek wisata ini. Alangkah eloknya jika keindahan alami yang dimiliki Air Terjun Saluopa selalu terjaga dan terhindar dari tumpukan sampah dari para wisatawan.

Wisata Kota Tugu Yogyakarta


Pesona Malam Di Tugu Yogyakarta




Tugu Jogja merupakan landmark Kota Yogyakarta yang paling terkenal. Monumen ini berada tepat di tengah perempatan Jalan Pangeran Mangkubumi, Jalan Jendral Soedirman, Jalan A.M Sangaji dan Jalan Diponegoro. Tugu Jogja yang berusia hampir 3 abad memiliki makna yang dalam sekaligus menyimpan beberapa rekaman sejarah kota Yogyakarta.
Tugu Jogja kira-kira didirikan setahun setelah Kraton Yogyakarta berdiri. Pada saat awal berdirinya, bangunan ini secara tegas menggambarkan Manunggaling Kawula Gusti, semangat persatuan rakyat dan penguasa untuk melawan penjajahan. Semangat persatuan atau yang disebut golong gilig itu tergambar jelas pada bangunan tugu, tiangnya berbentuk gilig (silinder) dan puncaknya berbentuk golong (bulat), sehingga disebut Tugu Golong-Gilig.
(YogYes.com / Agung Sulistiono Mabruron)
Secara rinci, bangunan Tugu Jogja saat awal dibangun berbentuk tiang silinder yang mengerucut ke atas. Bagian dasarnya berupa pagar yang melingkar sementara bagian puncaknya berbentuk bulat. Ketinggian bangunan tugu pada awalnya mencapai 25 meter.
Semuanya berubah pada tanggal 10 Juni 1867. Gempa yang mengguncang Yogyakarta saat itu membuat bangunan tugu runtuh. Bisa dikatakan, saat tugu runtuh ini merupakan keadaan transisi, sebelum makna persatuan benar-benar tak tercermin pada bangunan tugu.
Keadaan benar-benar berubah pada tahun 1889, saat pemerintah Belanda merenovasi bangunan tugu. Tugu dibuat dengan bentuk persegi dengan tiap sisi dihiasi semacam prasasti yang menunjukkan siapa saja yang terlibat dalam renovasi itu. Bagian puncak tugu tak lagi bulat, tetapi berbentuk kerucut yang runcing. Ketinggian bangunan juga menjadi lebih rendah, hanya setinggi 15 meter atau 10 meter lebih rendah dari bangunan semula. Sejak saat itu, tugu ini disebut juga sebagai De Witt Paal atau Tugu Pal Putih.
(YogYes.com / Daniel Antonius Kristanto)
Perombakan bangunan itu sebenarnya merupakan taktik Belanda untuk mengikis persatuan antara rakyat dan raja. Namun, melihat perjuangan rakyat dan raja di Yogyakarta yang berlangsung sesudahnya, bisa diketahui bahwa upaya itu tidak berhasil.
Bila anda ingin memandang Tugu Jogja sepuasnya sambil mengenang makna filosofisnya, tersedia bangku yang menghadap ke tugu di pojok Jl. Pangeran Mangkubumi. Pukul 05.00 - 06.00 pagi hari merupakan saat yang tepat, saat udara masih segar dan belum banyak kendaraan bermotor yang lalu lalang. Sesekali mungkin anda akan disapa dengan senyum ramah loper koran yang hendak menuju kantor sirkulasi harian Kedaulatan Rakyat.

Wisata Bahari Wakatobi di Sulawesi Tenggara

Keindahan Pulau Wakatobi


Pulau Wakatobi merupakan bagian taman nasional yang ada di Indonesia. Wakatobi sendiri adalah sebuah kabupaten yang terdiri dari 4 pulau: Pulau Wangi-Wangi, Pulau Kaledupa, Pulau Tomia, dan Pulau Binongko. Semuanya adalah pulau indah. Semuanya menarik. Juga menawarkan sesuatu yang istimewa bagi Anda. Bagi Anda yang sedang mencari referensi lokasi wisata, berikut ini berbagai lokasi di Pulau Wakatobi yang wajib Anda kunjungi.

Pulau-pulau di Wakatobi

Masing-masing pulau di Wakatobi memiliki keistimewaan sendiri. Pulau Wangi-Wangi identik dengan resortnya yang cantik. Anda yang ingin menyewa peralatan diving tidak perlu bingung. Jasa penyewaan alat diving mudah sekali ditemukan di sini.
Pulau Kaledupa terkenal karena memiliki table coral dengan ukuran 2-3 meter. Berbeda dengan Pulau Binongko, pulau terbesar di antara pulau lain di Wakatobi, lebih terkenal dengan Pulau Tukang Besi. Ini tidak lepas dari masyarakatnya yang menjadi pandai besi dan membuat parang serta barang-barang dari logam.
Di Pulau Binongko ini, pulau paling ujung Kabupaten Wakatobi, Anda bisa melihat lumba-lumba yang berenang mengiringi laju perahu motor. Langka, bukan? Satu pulau lagi yang keren di Wakatobi, Pulau Tomia. Kerennya gila. Baca terus artikelnya!

Taman Nasional Wakatobi

Taman nasional ini diresmikan tahun 1996. Luas areanya mencapai 1,39 juta hektar. Wakatobi digadang-gadang sebagai surga bagi penyelam. Ada 112 jenis karang terpelihara baik di sini. Setidaknya Wakatobi memiliki 750 dari 850 jenis koral, kerang, dan spesies laut. Dan beberapanya adalah spesies langka dan sulit sekali ditemukan.
Ini benar-benar menjadikan Anda tidak bisa beralasan untuk tidak pergi ke Wakatobi.

Pulau Tomia dan Hal Gila yang Dimilikinya

Di antara Pulau Wakatobi yang lain, Pulau Tomia memang belum banyak dieksplor. Untuk menuju Pulau Tomia, Anda harus menempuh perjalanan 3 jam perjalanan laut dari Wangi-Wangi.
Perjalanan itu mungkin sedikit panjang, namun spot diving yang nanti Anda temukan akan membuat Anda tercengang. Pulau Tomia memiliki 28 spot diving yang populer. House Reef, Ali Reef, Cornucopia, Roma, Teluk Maya, dan masih banyak lagi. Cornucopia misalnya. Spot diving ini menjadi istimewa karena di sana Anda akan menemukan tembok vertikal pada kedalaman 20-55 meter. Ikan-ikan mungil yang cantik? Jangan tanya, Anda akan betah berlama-lama melihat ikan-ikan itu di dalam air. Apalagi jarak pandangnya cukup jauh, sangat mendukung kegiatan fotografi bagi Anda yang suka. Tapi jangan salah, spot ini hanya boleh dijelajahi oleh Anda yang sudah ahli dalam menyelam.

Wisata Budaya Museum Affandi Yogyakarta

Pesona Museum Affandi Yogyakarta

Pesona 




Jam Buka Museum Affandi
Senin - Sabtu: pukul 09.00 - 16.00 WIB
(tempat ini ditutup untuk pengunjung pada hari Minggu, hari Senin pertama di setiap bulan dan hari libur nasional, kecuali dengan perjanjian)

Tiket Masuk Museum Affandi (2018)
Rp100.000 Internasional (gratis soft drink, souvenir); discount 50% pelajar dan orang tua berumur 60 tahun ke atas
Rp50.000 Local (gratis soft drink, souvenir); discount 50% pelajar dan orang tua berumur 60 tahun ke atas
Rp15.000 untuk rombongan pelajar minimal 25 orang
Rp30.000 (kamera)
Rp20.000 (kamera HP)

Sebagai salah satu pusat pariwisata Indonesia, Yogyakarta memiliki beberapa museum yang menarik untuk kita kunjungi. Ada museum kebudayaan Ullen Sentalu yang bangunannya duduk begitu indah dan asri di bawah lereng Merapi. Ada Museum Sonobudoyo, di salah satu sudut Alun-Alun Utara, yang menampung hampir 63 ribu koleksi dari berbagai macam kategori. Ada museum kekinian, seperti De Mata dan De Arca di XT Square, yang cocok untuk penggemar swafoto.
Dari berbagai museum di atas, salah satu yang banyak menarik wisatawan adalah Museum Affandi. Di museum seluas 3.500 meter persegi ini, kita dapat melihat dan membayangkan kehidupan Affandi dan keluarganya semasa beliau hidup, sekaligus mencecap sekitar 300 karya dari 4000-an karya-karya lukis yang dihasilkan sepanjang karirnya yang terkenal itu. Singkatnya, museum Affandi menampung seluruh rentang dan sisi kehidupan Affandi Koesoema, baik sebagai seniman (as an artist) maupun sebagai manusia biasa (as a person).
Sebagai seorang seniman, di museum yang terdiri dari tiga galeri, studio, kafe, restoran, dan beberapa bangunan obyek outdoor ini kita bisa melihat perjalan karir Affandi mulai dari masa-masa awal pencarian identitas, masa-masa gemilangnya, dan masa akhir karirnya ketika maut sudah di ambang pintu.
Di Galeri I, yang seperti bangunan lain di kawasan museum berbentuk daun pisang bila dilihat dari atas, ditampilkan koleksi lukisan retrospektif yang mencoba melacak perkembangan gaya Affandi dari awal sampai akhir. Berdasarkan tuturan Mbak Irvani, pemandu saya saat berkunjung, Affandi memulai dengan gaya naturalis. Salah satu karyanya dalam aliran ini adalah "Self Portrait" dari tahun 1938, yang merupakan satu dari sekian banyak lukisan potret diri yang diciptakan Affandi.
Namun, setelah ia terpapar dengan karya-karya pelukis Eropa, Affandi mulai terpengaruh gaya impresionisme Perancis. Salah satu lukisan Affandi dari fase melukisnya yang ini adalah "Moeder" yang, seperti "Self Portrait", juga ada di Galeri I.
Setelah itu, perlahan-lahan gaya ekspresionisme mulai dirambah Affandi. Pada awalnya, ia menggunakannya hanya sebagai perangkat ekspresif atau dekoratif, seperti di lukisan berjudul "Mother Inside The Room" yang menampilkan adegan ibunya dengan sedih masuk ke dalam kamar setelah ia mengabarkan perihal kepergiannya belajar ke India dalam waktu dekat.
Namun, suatu hari, saat Affandi melukis dan kuasnya tiba-tiba hilang, ia yang tidak sabaran langsung saja melukis menggunakan tube cat minyaknya. Pada saat inilah ia bertemu dengan teknik banyak disebut sebagai pelototan, yang memberikan efek garis-garis impasto ekspresif pada kanvas Affandi. Dengan pertemuannya ini, Affandi beralih total ke aliran ekspresionisme dan menemukan suaranya sendiri, suara yang akhirnya bergaung dari Asia, Eropa, sampai Amerika.
Di Galeri I museum Affandi, contoh lukisan menakjubkan setelah pria yang diberi gelar Sang Grand Maestro di Florence ini menemukan jati dirinya adalah "Parangtritis at Night" dari tahun 1984. Seperti yang dijelaskan judulnya, lukisan ini berisi suasana malam salah satu pantai paling terkenal di Yogyakarta itu. Dalam lukisan ini Affandi menampilkan laut yang nampak begitu liar dan ganas tetapi indah dalam saat bersamaan.
Masa keemasan Affandi, akan tetapi, harus berhenti juga. Setelah sakit-sakitan untuk beberapa lama, Affandi akhirnya berhenti menciptakan lukisan. Lukisan terakhirnya adalah "Embrio", sebuah lukisan self-portrait dari tahun 1989 yang disimpan di Galeri I Museum Affandi.
Selain memperkenalkan kita pada Affandi sebagai seniman, mengunjungi museum yang terletak begitu strategis di Jl. Laksda Adisucipto ini juga memperlihatkan pada kita serpih-serpih sisi Affandi sebagai manusia biasa. Kembali ke Galeri I, kita lihat medium-medium dari beberapa lukisannya yang terbuat dari goni dan kertas sobekan, bukti masa-masa susahnya saat merintis karir sebagai seniman. Kita lihat pula kendaraan-kendaraan kesukaannya semasa hidup, Mitsubishi Gallant 1970 dan dua sepeda ontel; serta penghargaan dan diploma yang pernah diterimanya yang menjadi bukti kesuksesannya kemudian.
Masih di dalam kompleks museum, kita jumpai misalnya bekas kediaman Affandi dan keluarganya ketika beliau masih hidup. Sekarang, rumah dua lantai ini sudah tidak lagi difungsikan sebagai rumah tinggal. Lantai satu dari rumah difungsikan sebagai kafe, tempat pengunjung menukarkan tiket dengan soft drink gratis, juga tempat beristirahat setelah letih berkeliling museum. Sementara itu, lantai dua rumah yang dulunya adalah kamar tidur Affandi sekarang bisa kita lihat dari luar. Meskipun kita tidak bisa masuk, penataan ruangan yang masih dibiarkan seperti ketika Affandi hidup bisa dengan leluasa kita perhatikan dari balik kaca jendela.

Wisata Sejarah Benteng Vrederburg


Benteng Vaderburg Yogyakarta


















Belajar sejarah perjuangan Bangsa Indonesia tidak cukup hanya dengan membaca buku-buku sejarah. Mengunjungi museum yang menyimpan benda-benda dan dokumen-dokumen tentang perjuangan bangsa, dapat menambah wawasan kita. Salah satu museum yang dapat dikunjungi untuk menambah wawasan tersebut adalah Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta.

Letak Museum Benteng Vredeburg di kawasan kilometer nol pusat Kota Yogyakarta menjadikan museum ini mudah ditemukan. Museum ini dikelilingi oleh bangunan-bangunan kuno peninggalan zaman kolonial Belanda seperti Gedung Agung, Gereja Ngejaman (GPIB Margamulya), bekas Senisono, dan sejumlah bangunan bersejarah lainnya.

Museum Benteng Vredeburg menempati sebuah bangunan peninggalan masa kolonial Belanda. Dikutip dari Buku Panduan Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta, benteng ini dibangun tahun 1760. Benteng ini dibangun atas perintah Belanda dengan dalih menjaga keselamatan Sri Sultan Hamengku Buwono I dan istananya. Nama Benteng Vredeburg memiliki arti benteng perdamaian.

Koleksi Museum Benteng Vredeburg dapat dibagi menjadi beberapa jenis, antara lain: a. bangunan; b. diorama peristiwa bersejarah; c. lukisan; d. maket; e. peta; f. miniatur; dan lain-lain.

Bangunan museum merupakan kekayaan sejarah yang tidak ternilai harganya. Bangunan-bangunan di kompleks museum ini merupakan bangunan bergaya indis, yaitu gaya arsitektur yang memadukan arsitektur barat dan arsitektur Jawa. Bangunan-bangunan di museum ini saat ini masih terawat dengan baik.

Selain itu, diorama-diorama di museum ini merupakan sumber belajar sejarah yang menarik. diorama-diorama ini disimpan dalam empat ruang diorama. Dari diorama-diorama tersebut kita dapat melihat gambaran peristiwa-peristiwa seperti masuknya pasukan Jepang ke Yogyakarta, kongres Jong Java di Yogyakarta, perlawanan Pangeran Diponegoro, dan lain-lain.

Di Museum Benteng Vredeburg ini kita juga dapat melihat benda-benda saksi sejarah perjuangan bangsa. Benda-benda seperti tempat tidur yang dipakai Jenderal Sudirman pada saat perang gerilya, pakaian yang dipakai salah satu pejuang kemerdekaan, dokumen-dokumen terkait perjuangan dr. Soetomo, tentu merupakan sumber belajar sejarah yang kaya.

Kepala Museum Benteng Vredeburg, Zaimul Azzah, mengajak masyarakat menjadikan museum sebagai salah satu tempat belajar sejarah dan kebudayaan. "Ayo datang ke Museum Benteng Vredeburg, banyak pelajaran yang bisa kita pelajari di museum ini. Selain itu berbagai kegiatan rutin kita selenggarakan dan terbuka untuk seluruh masyarakat," ajak Zaimul Azzah, Selasa (6/3/2018), di Yogyakarta. (Nur Widiyanto).

Sumber    https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2018/03/belajar-sejarah-perjuangan-bangsa-di-museum-benteng-vredeburg-yogyakarta



Wisata Religi di Tanah Toraja

Keindahan Patung Yesus Buntu Burake Tanah Toraja

Di Kota Makale memiliki Londa, kuburan tua berjejer didinding batu yang terletak di Desa Sandan Uai, Kecamatan Sanggalangi. Sementara Toraja Utara memiliki obyek wisata baru yakni “Lolai” sebuah kampung dataran tinggi di tongkonan Lempe dengan memperlihatkan awan. Hal ini menjadi menarik dan viral dengan sebutan negeri di atas awan.
Wisata religi umat kristiani di dua kabupaten ini pun menyajikan spot menarik, jika di Tana Toraja punya Patung Yesus di Burake. Toraja Utara memiliki salib raksasa di Singki’. Kedua obyek wisata religi tersebut menarik perhatian wisatawan asing dan wisatawan nusantara.
Patung Yesus Buntu Burake
Obyek wisata religi yang dibangun saat era kepemimpinan Bupati Tator, Theofilus Allorerung ini dibangun sejak tahun 2014 lalu. Terletak 4 kilometer dari pusat Kota Makale kini sudah mendunia. Konsep yang menarik perhatian wisatawan ini sudah mengalahkan patung Yesus di Rio de Janiero Brazil. Bahkan sudah disebut sebut sebagai patung Yesus tertinggi di dunia dengan memiliki ketinggian 40 meter.
Patung tersebut menghadap ke kota Makale dan menjadi icon wisata religi di Indonesia. Menariknya patung tersebut telah menembus 1 juta pengunjung lebih dalam setahun, tahun 2016 tahun yang banyak menarik wisatan di lokasi tersebut.
Wisata religi tersebut memiliki 500 anak tangga, dengan berjalan kaki pengunjung dapat menyaksikan kiri dan kanan perbukitan dan gunung-gunung di Tana Toraja di ketinggian.
Data dari Dinas Pariwisata Tana Toraja, selama tahun 2016, jumlah wisatawan yang mengunjungi objek wisata Buntu Burake, mencapai 1.056.592 orang, dengan jumlah kunjungan per hari, wisatawan mencapai 15 ribu orang. Jumlah kunjungan wisatawan nusantara ini juga jauh meninggalkan wisatawan mancanegara, yang hanya sebanyak 20.271 orang.
Sementara itu sebagai pembandingya, setahun setelah dibangun dan sudah bisa dikunjungi jumlah kunjungan wisatawan nusantara ke Tana Toraja hanya 82.767, wisatawan mancanegara 15.731 orang pada tahun 2015. Dan sebagai pembanding pada awal di buka tahun 2014, jumlah wisatawan nusantara sebanyak 60.069 dan wisatawan mancanegara sebanyak 20.167 orang.
Salib Raksasa di Bukit Singki’
Obyek wisata religi juga dimiliki Kota Rantepao, Toraja Utara. Jika kita berada di kota Rantepao dari berbagai sudut, nampak terlihat menjulang sali9b raksasa di bukit Singki’.
Salib raksasa tersebut ternyata sejak tahun 1973 sudah direncanakan akan di bangun. Namun baru pada akhir 2012 obyek wisata religi ini baru terwujud dan peresmian obyek wisata religi ini diresmikan dengan rangkaian acara “Lovely December” tahun 2012 lalu pada tanggal 28 Desember 2012.
Salib raksasa ini akan menjadi yang pertama dan terbesar di Sulawesi Selatan setelah tugu salib raksasa yang ada Papua dan Bitung. Sementara itu menariknya jika salib raksasa tersebut menyala jika pada malam hari dengan berbagai warna warni sehingga kelihatan menarik.
Meski kurang banyak pengunjungnya di banding obyek wisata lainnya di Toraja. Namun salib raksasa ini menjadi simbol seratus tahun kristen masuk di Toraja. dikarenakan tahun Tahun 2013 lalu, tepat 100 Tahun agama Kristen masuk di Toraja. Sehingga salib tersebut menyita perhatian warga Toraja dan dunia sekalipun.
Sekedar diketahui jika anggaran pembangunan patung salib raksasa di Kota Rantepao ini telah menelan sekitar Rp 6 Miliar setelah Pemkab Toraja Utara mengalokasikan anggaran Rp 4,5 Miliar dalam APBD Kabupaten Toraja Utara.

Wisata Pendidikan Kota Tua Jakarta

Kota Tua Jakarta Kota Tua di Jakarta dahulu menyandang predikat Ratu dari Timur. Walau tak seperti dulu, pesona keindahannya masih...